
Maria Loretha – Nusa Tenggara Timur selalu dikenang orang banyak sebagai daerah yang penuh dengan kisah kekeringan. Tahun 2018 saja ada dikabarkan ada sekitar 11 kabupaten yang tidak mengalami turun hujan hingga 60 hari.
Dengan kondisi ini hampir mustahil untuk membudidayakan tanaman pangan yang sangat membutuhkan suplai air.
Ditengah kondisi seperti ini, ada sosok yang menginspirasi dengan tekadnya untuk menjadikan NTT sebagai provinsi yang ramah pangan. Adalah sosok Maria Loretha yang dengan gigih membumikan sorgum menjadi salah satu makanan pokok di provinsi paling selatan di Indonesia ini.
Maria Loretha Tidak Sengaja Bertemu Sorgum
Maria Loretha merupakan anak tertua dari 5 bersaudara. Masa kecilnya dilalui dengan banyak berpindah dari satu tempat menuju tempat lainnya berkat profesi ayahnya yang seorang hakim.
Namun meski memiliki ayah seorang hakim, Maria belajar banyak mengenai bercocok tanam dari-nya. Maria berkisah bahwa ayahnya selalu memberikan bekal pengetahuan mengenai pertanian sepulang dari jam kerja.
Tidak hanya memberikan bekal pengetahuan, sang ayah juga sengaja memberikan sepetak kecil tanah masing-masing untuk Maria dan saudara-saudaranya, tujuannya tentu agar pengetahuan tersebut diterapkan secara langsung.
Meski mendapat banyak pengajaran dan praktek pertanian secara langsung dari ayahnya, Maria lebih memilih untuk mengikuti jejak ayahnya untuk berkarir di bidang hukum.
Setelah lulus sekolah, Maria memilih untuk berkuliah di Universitas Merdeka Malang mengambil jurusan studi hukum. Namun entah mengapa Maria yang sejak kecil memiliki keinginan yang kuat justru tidak masuk ke bidang hukum setelah menyelesaikan studinya, ia justru menjadi penyiar radio.
Takdir berkata lain, krisis moneter tahun 1997 membuatnya kehilangan pekerjaan. Maria yang sudah bersuami kala itu memutuskan untuk menetap di Kota Larantuka dengan kondisi ekonomi yang karut marut.
Sembari menyambung hidup, Maria pun memutuskan untuk menggarap tanah mengganggur milik keluarga suaminya berbekal ilmu tanam menanam yang ia peroleh sejak kecil.
Kisahnya bertemu dengan sorgum diawali dengan antaran tetangga berupa sajian watablolon, penganan yang terbuatdari nasi sorgum dengan kelapa parut. Dianggap lezat, Maria pun berkeinginan untuk menanam sorgum di lahan miliknya.
Setelah banyak berkeliling untuk mencari sorgum, Maria mendapati fakta bahwa sorgum dapat tumbuh di tanah keras berbatu sekalipun. Ia pun akhirnya memutuskan untuk mencoba memasyarakatkan tanaman sorgum sebagai pengganti padi dan jagung yang sulit tumbuh di seantero NTT.
Dimulai dari Adonara Timur, Maria Lorentha memulai perjuangannya untuk mengenalkan sorgum kepada petani-petani lokal. Saat itu meski telah tumbuh di Adonara, sorgum tidak dikenal oleh petani setempat. Maria pun yakin bahwa sorgum dapat menjadi solusi krisis pangan bagi daerahnya selama ini. Keyakinan tersebut juga didorong fakta bahwa sorgum tidak memerlukan penyiraman secara rutin.
Menjadi Mama Sorgum
Tiga tahun setelah pertemuannya dengan sorgum, Maria telah berhasil menyosialisasikan tanaman ajaib ini ke banyak kelompok petani. Maria bersama petani-petani lokal inipun berhasil membentuk kelompok solidaritas bernama yayasan cinta alam kadiare untuk menguatkan budaya menanam sorgum. Pada tahun 2010, sorgum yang dipromosikan oleh Maria mendapat perhatian dari petani-petani di seluruh pulau Flores.
Selain mensosialisasikan manfaat sorgum, Maria juga banyak melakukan penelitian mengenai manfaat tersembunyi dari tanaman ini. Menggandeng peneliti sereal dr.Marcia Pabendon, Maria memublikasikan beberapa kegunaan dari bagian-bagian tanaman sorgum seperti kandungan glutennya yang aman untuk penderita diabetes. Ia pun juga turut mendorong tumbuhnya industri-industri pengolah sorgum di sana seperti UB Likotuden yang menadah sorgum hasil panen dari petani setempat dan bekerjasama dengan unit usaha roti Unis dari bogor yang mengembangkan roti berbahan dasar sorgum.
Dengan segala usaha yang dilakukan oleh Maria Lorentha untuk mengangkat derajat sorgum, tak salah petani setempat memanggilnya Mama Sorgum.