
Komunitas Salim – Indonesia diberkahi dengan kekayaan budaya serta keragaman dalam hal suku dan agama yang luar biasa, namun hal tersebut juga dapat menjadi bumerang apabila tidak dikelola dengan baik.
Ancaman disintegrasi bahkan konflik sektarian dapat muncul apabila perbedaan tersebut tidak dapat dikelola dengan semangat toleransi yang baik.
Penelitian yang dikeluarkan oleh Social Progress Imperative sedari 2014 hingga 2017 menunjukkan bahwa indeks toleransi masyarakat mengalami peningkatan kecuali dalam satu poin, yaitu toleransi beragama.
Rendahnya indeks toleransi beragama di Indonesia dapat disebabkan oleh berbagai hal namun salah satu penyebab yang paling umum adalah tidak adanya inisiatif untuk membangun dialog yang diantara para pemeluk agama di tingkat akar rumput.
Asifa Khoirunissa beruntung dapat berkesempatan untuk berdialog dengan sesama pemeluk agama lain ketika Ia mengikuti acara Youth Interfaith Camp pada tahun 2016 silam.
Terinsipirasi oleh pengalamannya mengikuti acara tersebutlah akhirnya Asifa membentuk Komunitas Salim atau kependekan dari Sahabat Lintas Iman.
Diawali oleh Youth Interfaith Camp
Seperti yang sudah dikutip, Asifa terinspirasi oleh acara Youth Interfaith Camp pada tahun 2016 yang mempertemukan pemuda-pemuda dari kelompok agama yang berbeda-beda.
Youth Interfaith camp sendiri merupakan salah satu kegiatan yang diadakan oleh organisasi regional ASEAN dalam mempromosikan nilai-nilai toleransi.
Dalam acara tersebut Asifa mengaku mendapat pelajaran penting untuk mencoba menghilangkan sekat-sekat perbedaan dengan pemeluk agama lain. Maklum, karena Asifa sendiri berasal dari lingkungan yang keislamannya cukup kental sehingga agak sukar untuk bergaul dengan pemeluk agama lain.
Setelah mengikuti acara tersebut, Asifa dan beberapa temannya yang juga mengikuti acara serupa berinisiatif untuk mendirikan Komunitas Salim ini tepatnya pada tanggal 25 Oktober 2016.
Hingga kini menurut Asifa, Komunitas Salim kebanyakan beranggotakan para mahasiswa dan pemuka-pemuka agama.
Melakukan Kunjungan Ke Rumah Ibadah Agama Lain
Asifa sendiri mengakui bahwa kegiatannya banyak berpusat kepada pembangunan dialog dan pengenalan yang baik dengan setiap pemeluk antar agama.
Salah satu kegiatan komunitas ini adalah dengan melakukan kunjungan ke rumah-rumah ibadah yang berbeda. Asifa bercerita bahwa ia bersama dengan anggota Komunitas Salim yang lain pernah mengunjungi misa natal di Gereja Katedral Bandung.
Pada waktu itu ia mengaku diterima dengan baik meskipun hanya datang untuk melihat-lihat. Merekapun juga pernah melakukan kunjungan dan doa bersama dengan komunitas pemeluk agama Baha’I di Bandung yang secara konstitusi belum diakui oleh negara.
Komunitas Salim juga rutin menggelar kunjungan ke kelenteng-kelenteng pada malam Imlek.
Tantangan dari Kelompok Fundamentalis
Meski tujuannya baik, Asifa mengakui bahwa Komunitas Salim ini banyak mendapat tantangan. Salah satu tantangan terbesar datang dari kelompok fundamentalis yang menganggap bahwa kegiatan dialog antar agama dapat membahayakan kepercayaan .
Selain itu masih banyak para kelompok agama yang menanggapi dingin ajakan membangun dialog ini.
Padahal tanpa adanya upaya untuk menghilangkan prasangka, masalah intoleransi ini tidak akan selesai selesai.
Meskipun begitu hal tersebut tidak menyurutkan tekadnya untuk terus membawa semangat toleransi, terutama mengacu kepada fakta bahwa Provinsi Jawa Barat tempatnya tinggal merupakan salah satu provinsi dengan tingkat intoleransi yang cukup tinggi.
Dikutip dari berbagai sumber.