
Indonesiabetter.com – Kesehatan fisik, bukanlah satu-satunya hal yang terancam mengalami gangguan selama masa pandemi Covid-19. Kestabilan psikologis atau mental menjadi hal lain yang juga bisa ikut terganggu, sebagian orang mungkin juga mengalami gangguan kecemasan, depresi, dan trauma psikologis. Dan ini ber-Risiko Gangguan Kesehatan Mental secara umum.
Laras (bukan nama sebenarnya) merupakan salah satu penyintas gangguan mental yang merasakan dampak negatif pandemi.
Pasalnya, kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) membuat dia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah bersama orang tuanya.
Pertemuan Laras dengan orang tuanya sekarang berlangsung nyaris selama 24 jam dan berulang. Lingkungan keluarga yang kurang kondusif, cenderung juga berpotensi menghasilkan tekanan psikologis yang lebih besar, khususnya bagi remaja sepertinya. Belum lagi, tuntutan kegiatan belajar-mengajar dari sekolah.
“Itu membuat stress, bahkan itu bisa membuat saya mengalami gangguan perubahan mood. Tapi sayangnya kadang orang tua tidak mengerti, bahkan sama-sama mempertahankan egonya dengan merasa bahwa tekanan mereka lebih besar daripada anak,” ucap Laras dalam sesi diskusi daring terkait kesehatan mental pada masa pandemi Covid-19 yang diselenggarakan Bipolar Care Indonesia, Sabtu (26/9/2020).
Risiko Gangguan Kesehatan Mental
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia membenarkan, bahwa pandemi Covid-19 merupakan krisis global yang bukan hanya mengancam kesehatan masyarakat secara fisik, namun juga secara mental. Begitu banyak berita buruk yang diterima, membuat masyarakat cemas akan hidup diri mereka sendiri, keluarga, teman terdekat, dan bahkan lingkungan sekitarnya.
Faktor lain yang dapat menjadi pencetus kecemasan di masyakarat pada masa pandemi COVID-19 adalah, stres akibat isolasi sosial atau physical distancing pada periode PSBB. Kecemasan berlebihan pada masa karantina dapat meningkatkan potensi risiko ansietas, depresi, hingga gejala stres pascatrauma.
Salah satu penyebab perasaan-perasaan negatif tersebut adalah keputusasaan, yang timbul dari signifikansi krisis COVID-19. Banyak orang mengaku tidak memiliki sarana untuk produktif bahkan terhadap kehidupan mereka sendiri, dan membutuhkan aktivitas bermanfaat yang bisa dilakukan sendiri.
Psikiater Balai Besar Rehabilitas Badan Narkotika Nasional (BNN) Daniella Satyasari menjelaskan, pandemi merupakan salah satu pemicu kekambuhan atau stress berlebih bagi para penyintas gangguan mental, salah satunya bipolar. Ini adalah gangguan mental berupa perubahan mood secara ekstrim antara episode mania dan depresi.
“Saat pandemi, episode mood yang lebih sering kambuh adalah depresi. Biasanya, karena kekhawatiran dan ketakutan berlebih atas dampak pandemi Covid-19, perasaan sendiri, kesepian, sedih karena adanya perubahan kebiasaan yang signifikan, dan lainnya,” kata Daniella.
Penjelasan tersebut memperkuat survei tim dokter kesehatan jiwa di Tanah Air. Mengutip pemberitaan Tirto.id, survei yang dilakukan Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) mengenai kesehatan jiwa masyarakat, melalui swaperiksa yang dilakukan secara daring. Pemeriksaan dilakukan terhadap tiga masalah psikologis, yakni cemas, depresi, dan trauma psikologis.
Hasilnya ialah dari 1.522 responden, sebanyak 64,3 persen masyarakat mengalami cemas dan depresi akibat adanya pandemi COVID-19, sedangkan trauma psikologis dialami 80 persen dari semua responden yang melakukan swaperiksa.
Gejala gangguan kesehatan mental yang di alami tidak selalu sama. Gejala depresi utamanya adalah gangguan tidur, kurang percaya diri, lelah tidak bertenaga, dan kehilangan minat. Gejala stres seperti merasa terus waspada, berhati-hati, berjaga-jaga. Selain itu ada pula gejala lain seperti mati rasa, ledakan kemarahan atau mudah kesal, sulit tidur, dan memiliki masalah konsentrasi.
Daniella menekankan bahwa pandemi merupakan perubahan lingkungan berskala besar dan berdampak luas, bahkan tak terduga. Oleh karena itu, setiap individu perlu belajar beradaptasi guna mencegah stress yang berkepanjangan.
“Semua perubahan dapat mempengaruhi suasana hati, pikiran, dan perilaku seseorang. Yang penting, kita tetap waspada jika stress yang ada bersifat menetap, bahkan mulai mengganggu aktivitas kita sehari-hari,” tuturnya.
Dini Hariyanti – www.indonesiabetter.com

Bipolar Care Indonesia (BCI) adalah merupakan sebuah komunitas yang aktif bergerak dalam bidang kesehatan jiwa. Komunitas ini mewadahi para survivor bipolar beserta caregiver nya dan siapa saja yang peduli dengan masalah bipolar.
Anda bisa menghubungi komunitas ini melalui beberapa kontak di bawah ini:
Instagram: @bipolarcare.indonesia
Facebook: bipolarcare.indonesia
Website: bipolarcareindonesia.org
Email: bipolarcare.indonesia@gmail.com
Whatsapp: Vindy 0856-111-4131

Mungkin anda tertarik juga dengan artikel ini: