
Indonesiabetter.com – Ada satu tantangan di Indonesia yang tak semua orang menyadarinya. Bahkan, mungkin saja tidak diketahui. Ancaman kerusakan terumbu karang sebenarnya telah di depan mata. Sayang, eksistensinya di dalam laut membuat sedikit sekali manusia yang memperhatikannya.
Indonesia beruntung memiliki Pariama Hutasoit. Bersama teman-teman dari Yayasan Terumbu Karang Nusa Dua (Nusa Dua Reef Foundation), ia turun tangan untuk mempertahankan kelestarian terumbu karang di Bali.

Pada tanggal 8 Juni lalu, tepatnya Hari Laut Sedunia, Pariama memohon dukungan lebih banyak lagi untuk regenerasi karang. Pasalnya, terumbu karang memberikan manfaat besar, khususnya bagi keseimbangan biota laut.
Tak sedikit makhluk hidup laut menggantungkan kelangsungan hidupnya di sana, seperti mencari makan, tempat berkembang biak, berlindung, hingga diam dan tinggal.
Bagi manusia, terumbu karang bermanfaat di berbagai aspek. Mulai dari ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan, sampai di dunia medis.
Manfaat tersebut ada yang bisa dirasakan secara langsung maupun tidak. Sebagai contoh, seorang nelayan akan lebih mudah mendapatkan banyak ikan di area terumbu karang. Penyebabnya karena ikan-ikan senang berkumpul di sekitar area tersebut.
Mengenal Pariama Hutasoit dan Yayasan Terumbu Karang Nusa Dua
Pariama Hutasoit adalah seorang relawan yang aktif berkegiatan bersama Yayasan Terumbu Karang Nusa Dua. Mereka sering menyelam ke wilayah-wilayah perairan jernih di Bali untuk mengangkat sampah-sampah plastik, khususnya yang berada di area restorasi terumbu karang.
Berbekal sarung tangan, kantong sampah dan perlengkapan snorkel, Pariama dan rekannya menyingkirkan sampah-sampah yang mengganggu tempat restorasinya.
Di wilayah restorasi tersebut, telah ditanam struktur terumbu buatan yang diberi nama “Reef Stars” untuk membantu ekosistem terumbu karang memperbaiki dirinya sendiri dengan menyediakan struktur dan mengkonsolidasikan substrat yang memungkinkan perekrutan alami.
Reef Stars ini merupakan rangka besi berlapis pasir dengan bentuk heksagonal dengan tinggi 30 Cm dan lebar bagian bawah 90 Cm. Di sanalah nantinya fragmen karang diikat dan hidup.
Hingga saat ini, Yayasan Terumbu Karang Nusa Dua telah berhasil memasang 6.000 Reef Stars, yang tersebar di seluruh wilayah perairan Bali. Pariama mengatakan kalau di lima tahun mendatang harapannya bisa memasang kurang lebih 5.000 Reef Stars. Bahkan keberhasilannya ini ingin ia terapkan juga di wilayah-wilayah luar Bali.

Restorasi terumbu karang di Indonesia perlu digalakkan. Bagaimana tidak, berdasarkan Inisiatif Segitiga Karang, Indonesia termasuk negara yang banyak memberikan kontribusi bagi spesies karang di dunia. Lebih dari 75% jenis karang berasal dari negeri ini. Jadi, manfaat keberadaan terumbu karang tidak hanya bagi Indonesia saja, tetapi juga secara internasional.
Yayasan Terumbu Karang Nusa Dua tak pernah bosan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat perihal terumbu karang. Mereka mengajak orang-orang agar sama-sama melindungi makhluk hidup satu ini. Sambil terus menyebarkan ilmu, Yayasan tersebut terus melakukan usaha-usaha pemulihan terumbu karang.
Penyebab Kerusakan Terumbu Karang
Meskipun Indonesia kaya akan spesies karang, keberadaannya kini banyak yang menghilang. Kerusakannya karena faktor manusia maupun faktor alam.
Kerusakan karena faktor alam seperti perubahan suhu air laut, penyakit karang, pemangsa, badai, ombak besar, dan perubahan iklim. Sebagai contoh, berdasarkan data 2018 dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali menunjukkan kalau hanya separuh terumbu karang di Bali yang dalam kondisi “baik”. Sisanya, 30% masuk dalam kategori “kondisi buruk” dan 15% berstatus “sangat buruk”.
Manusia menjadi pihak yang harus bertanggung jawab terhadap situasi ini. Aktivitas manusia paling banyak menyebabkan kerusakan terumbu karang, seperti penangkapan ikan dengan cara yang salah sehingga mengganggu keseimbangan hidup di dalam laut.
Contohnya adalah menangkap ikan dengan menggunakan bahan peledak agar ikan menjadi pingsan dan mati. Efek samping dari cara ini adalah menghancurkan terumbu karang.
Ada juga cara lainya seperti menggunakan racun untuk membius ikan. Racun yang dituangkan ke dalam laut tentu saja berdampak pada terumbu karang. Karang tidak hanya rusak, tetapi juga bisa mati dan tak hidup kembali.
Namun, aktivitas manusia yang merusak terumbu karang bukan hanya dari penangkapan ikan saja. Ada juga beberapa orang yang memang sengaja mengambil terumbu karang, baik untuk dijual atau digunakan sendiri untuk konstruksi.
Sedimentasi pembangunan pesisir yang pesat dan tidak terkendali, limbah cair dan sampah laut juga berkontribusi pada kerusakan terumbu karang. Alam pun secara tidak langsung menyebabkan kerusakan pada terumbu karang.
Pemutihan karang akibat meningkatnya suhu permukaan air laut termasuk ancaman yang cukup serius karena makin sering terjadi dalam skala global. Peningkatan suhu air laut disebabkan adanya perubahan iklim, yang dampaknya sangat mengancam terumbu karang.
Para ilmuwan memprediksi jika tidak dilakukan upaya-upaya pelestarian terumbu karang, maka pada tahun 2050 terumbu karang dunia akan hilang.
Kontribusi Sederhana Untuk Menyelamatkan Terumbu Karang
Untuk menyelamatkan terumbu karang, mungkin kita tidak bisa seperti Pariama dan teman-temannya. Berenang masuk ke dalam laut menanam fragmen karang pada struktur “Reef Stars” sekaligus mengambil sampah-sampah.
Namun demikian, bukan berarti kita tidak dapat berkontribusi. Ada banyak cara sederhana yang bisa dilakukan, seperti tidak membuang sampah sembarangan di pesisir pantai dan laut.
Kalau sedang berlibur di daerah pantai, jangan segan mengambil atau menyingkirkan sampah yang ada di sana. Sebab, tanpa kita sadari sampah-sampah itu bisa hanyut dibawa ombak sampai akhirnya ke tengah laut dan tenggelam.
Itulah mengapa Yayasan Terumbu Karang Nusa Dua terus memberikan edukasi kepada masyarakat, seperti menginformasikan hal-hal kecil yang bisa dilakukan untuk mempertahankan keberadaan terumbu karang.

Bagi yang senang melakukan snorkeling, jangan merusak karang. Entah itu dengan cara menginjak, mengambil dan membawanya ke permukaan atau sebagainya. Apalagi sampai membawa naik ikan-ikan laut juga.
Kalau benar-benar mencintai alam, biarkan makhluk-makhluk hidup berada di habitatnya masing-masing. Sebagai penyelam, cukup menikmati keindahannya saja tanpa harus memilikinya.
Jika terumbu karang terus menerus dieksploitasi, kerugian ini tak hanya dirasakan oleh makhluk laut saja, tetapi juga manusia. Minimnya jumlah terumbu karang bisa menyebabkan abrasi (erosi pantai).
Daerah di sekitar pantai lama-lama bisa terkikis dan ini tentu saja merugikan manusia. Apabila dibiarkan, maka air laut bisa memenuhi daerah di sekitar pantai. Wilayah tersebut mungkin saja area pemukiman atau tempat berjalannya aktivitas ekonomi dan pariwisata.
Pelestarian terumbu karang perlu dilakukan untuk mencegah gelombang sampai di pantai. Dengan adanya karang, ombak atau gelombang akan pecah sehingga tidak menghantam bagian pantai.
Bisa dibilang terumbu karang adalah “benteng” yang tak terlihat oleh manusia di dalam laut. Keberadaannya ternyata tidak hanya memberikan manfaat ekonomis, edukasi, dan medis saja. Lebih dari itu, terumbu karang melindungi kehidupan manusia dari bahaya gelombang laut jangka panjang.
# Dikutip dari narasumber langsung.
Ditulis oleh : Irvan Nugraha