
Literasi Digital – Kongres Kebudayaan Indonesia kali ini digelar pada 5 sampai 9 Desember 2018, di jakarta. Acara kali ini menjadi sangat penting, karena merupakan peringatan 100 tahun, kongres kebudayaan diadakan.
Acara KKI 2018 memiliki banyak manfaat terhadap perkembangan budaya Indonesia pada kedepannya. Ada banyak pandangan dan diskusi yang menarik selama Kongres Kebudayaan Indonesia 2018 yang dibahas.
salah satunya mengenai bagaimana cara membangun budaya positif dalam ekosistem digital, dengan kata lain budaya internet.
Tidak hanya dalam satu forum topik tersebut disampaikan, namun ada dua forum yang berbeda antaralain “Realisme Sumir” oleh Agan Harahap.
Kemudian debat publik “Literasi Digital: Kebudayaan Hari ini dan Esok” dengan narasumber yaitu Shafiq Pontoh dan Roy Thaniago, pada Jumat 7 Desember 2018, di Kompleks Kemendikbud, Jakarta.
Budaya Hoaks Masih Merajalela
Agan Harahap, seniman digital imaging yang terkenal dengan berbagai editan fotonya yang bertema komedi dan satir ini menyadari, foto hasil editannya seringkali disalahgunakan untuk menyebarkan informasi yang tidak benar atau hoaks.
Namun menurutnya, melihat kemampuan memahami literasi digital seseorang akan sangat membantu dalam bersikap ketika ia memperoleh gambar atau informasi tertentu, seperti yang dilansir pada kemdikbud.go.id.
Foto-foto hasil editan seringkali menggambarkan refleksi dari kejadian sosial politik yang sedang terjadi saat itu. Salah satu contohnya adalah ketika Agan mengedit foto dua tokoh yang saling berseberangan pandangan dibuat seolah-olah bertemu dan bersalaman.
Ia menangkap fenomena terpecah belahnya pertemanan dan persaudaraan akibat Pemilihan Kepala Daerah saat itu. Karena hal tersebut, Agan dituduh telah membuat berita palsu atau hoaks, walaupun ia hanya bermaksud untuk menyampaikan pesan.
“Revolusi digital bukannya membuat kita semakin cerdas. Tujuannya untuk menunjukkan bahwa sesungguhnya pihak berseberangan pun bisa berteman, tetapi malah dibilang fitnah. Jadi sebetulnya ingin kita semua berteman atau berperang?” ujar Agan, seperti dikutip dari kemdikbud.go.id.
Kurangnya Pemahaman Masyrakat Pada Literasi Digital
Melihat fenomena yang terjadi saat ini, Agan merasakan adanya kesenjangan intelektual. Kecanggihan teknologi seperti adanya ponsel cerdas tidak serta-merta membuat penggunanya memiliki pemahaman terhadap literasi digital.
Oleh sebab tersebut, Agan memiliki beberapa saran agar masyarakat bisa membedakan antara gambar yang asli atau hoaks. Hal utama yang mesti dilakukan adalah memperbanyak literasi.
Menurutnya, seseorang hanya perlu memperbanyak literasi dalam penulisan. Jangan terlalu terburu buru terhadap berita yang teraktual atau terdepan.
Shafiq Pontoh, pemerhati pendidikan juga mengungkap hal yang sama dengan Agan. Ia mendiskusikan mengenai budaya negatif yang marak di dunia digital. Hal yang sering terjadi pada masa kini, di dunia digital adalah persekusi digital, teror digital, hoaks, dan hal serupa lainnya.
Hal hal yang disebutkan diatas, dianggap sebagai sampah dalam dunia digital. Sama halnya dengan sampah yang ada di dunia nyata. Sampah dunia digital juga dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Perbedaannya adalah sampah dunia digital akan membuat manusia sakit secara mental.
Menyebarkan Berita Positif Dan Bermanfaat
Shafiq kemudian mendorong masyarakat untuk menggunakan hak dalam membuat ekosistem digital yang dikunjungi sehari-hari tetap bersih. Salah satu tips yang ia sarankan dalam membangun budaya positif berinternet adalah dengan mendukung konten-konten yang juga positif.
“Rajin-rajinlah visit teman-teman lama kita yang positif kegiatannya. Kita beri komentar, love, like. Postingan yang bagus dan bermanfaat kita bantu share juga, supaya pelan-pelan kita detoks internet,” tuturnya, seperti yang dilansir dari kemdikbud.go.id.
Pemahaman literasi digital menjadi kunci utama dalam kesuksesan membersihkan ekosistem digital, “Pada dasarnya kita perlu memahami tentang literasi digital supaya kita bisa menavigasi diri dalam ekosistem digital.
Literasi digital tidak hanya perlu diketahui masyarakat umum, tapi juga oleh pengambil keputusan, karena jika pengambil keputusan tidak paham, dia membuat KPI-KPI (Key Performance Indicator) yang sebetulnya tidak masuk akal atau tidak berpengaruh sama sekali,” ujar shafiq.
Memahami literasi digital juga dapat berarti dapat memanfaatkan platform digital untuk kebaikan dan manfaat bagi diri sendiri, contohnya untuk menjalankan bisnis secara daring. Hal lain yang tidak kalah penting adalah, perlunya membangun budaya terkait percakapan yang sehat di internet.
“Kalau kita mau diskusi atau debat tidak perlu pakai kata-kata kasar, logical fallacy, logika diacak-adut, dibolak-balik, satu ngomong kanan, satu ngomong kiri, kalau memang mau berdebat, debat atau diskusi secara sehat. Termasuk ketika ngobrol di chat platform,” pungkas Shafiq, seperti yang dilansir dari kemdikbud.go.id.
Sumber kemdikbud.go.id dan internet.