
Dr. Lie Dharmawan – Sebagai negara kepulauan yang amat luas, masalah pemerataan pelayanan kesehatan masih menghinggapi sebagian warga negara Indonesia yang tinggal di wilayah Indonesia Timur karena kesulitan akses. Banyak nyawa tidak tertolong karena minimnya sarana kesehatan terpadu dan tenaga-tenaga medis terampil di wilayah terpencil.
Kondisi ini rupanya menjadi ladang berkat bagi Dr. Lie Dharmawan, seorang dokter ahli lulusan Jerman yang mengabdikan dirinya membawa pelayanan kesehatan bagi warga di wilayah terpencil dan kondisi ekonomi yang memprihatinkan. Dr.Lie menganggapnya sebagai perjuangan iman dan nasionalisme.
Profil singkat Dr. Lie Dharmawan
Dr. Lie Dharmawan lahir pada 16 April 1946 di Kota Padang dengan nama lahir Lie Tek Bie ketika masa Indonesia masih dilanda konflik pasca deklarasi kemerdekaan.
Dalam keadaan serba sulit, konflik memaksa Lie kecil beserta keluarganya mengungsi. Naas ditengah pelarian untuk mengungsi menghampiri Lie ketika adik terkecilnya harus meregang nyawa karena terserang disentri.
Belum cukup kehilangan adiknya sang Ayah juga meninggal dan memaksa Ibu Lie mencari nafkah untuk menyambung hidup.
Di tengah rasa berkabung, Lie memutuskan bertekad menjadi dokter untuk menyelamatkan nyawa orang.
Perjalanan Lie menjadi dokter tidaklah mudah. Setelah ditolak berkali-kali oleh beberapa kampus kedokteran, satu-satunya kampus tempat ia belajar justru terkena pembakaran. Namun hal tersebut tidak menyurutkan langkahnya.
Lie akhirnya berhasil menempuh studi di Jerman dengan uang hasil tabungannya bekerja. Setelah berhasil meraih gelar Spesialis bedah toraks ,jantung, dan organ dalam di Jerman, Lie justru berkeinginan untuk berbakti di Indonesia.
Kembali ke Indonesia Lie mendapat kesulitan berupa penolakan dimana-mana akibat sentimen kesukuan yang memaksanya mengubah namanya menjadi Lie Dharmawan.
Situasi konflik yang menyasar etnis Tionghoa pada tahun 1998 memaksanya mengungsi kembali ke Jerman selama 1 tahun. Kembali pada tahun 2000, Dr. Lie memulai perjalanan sosialnya mengadakan pengobatan ke pelosok tanah air dan berpartisipasi sebagai relawan kesehatan dalam bencana Tsunami Aceh tahun 2004.
Karena panggilannya untuk melayani kaum yang kesulitan, dr. Lie bersama rekannya Lisa Suroso membangun Yayasan Dokter Peduli – DokterShare pada tahun 2009 sebagai komitmennya memberikan pelayanan kesehatan gratis kepada warga di pulau terpencil.
Rumah Sakit Apung Pertama Di Indonesia
Inspirasi dr.Lie untuk membangun rumah sakit apung muncul pertama kali ketika beliau mengadakan misi ke pulau Kei, Maluku. Pada waktu itu beliau menemukan seorang anak yang menderita usus terjepit yang datang ke balai pengobatan setelah berlayar tiga hari dua malam.
Bertemu dengan pengalaman tersebut membuat dr. Lie bertekad membangun rumah sakit di atas kapal yang bisa menjangkau warga yang tinggal di pulau-pulau terpencil. Setelah melakukan riset hingga ke Amerika Serikat, dr. Lie memutuskan untuk mencari kapal berbahan kayu untuk rumah sakit apungnya.
Sebagai warga Indonesia yang taat, ia juga sesegera mungkin mengurus perizinan membangun rumah sakit pertama yang berada di atas kapal namun tidak berhasil.
Akhirnya setelah membeli bekas kapal barang dan berhasil menyulapnya menjadi kapal rumah sakit, tanpa pikir panjang dr.Lie langsung memulai misi medisnya pada 16 Maret 2013.
Sekedar informasi, kapal rumah sakit ini memiliki fasilitas layaknya rumah sakit yang didirikan di atas tanah dengan adanya ruang operasi, MRI, rontgen dan laboratorium.
Tidak puas dengan satu kapal rumah sakit apung saja, dr. Lie kembali meluncurkan kapal rumah sakit apung yang sama dengan nama RS. Nusa Waluya I hasil kerjasama dengan Yayasan Ekadharma.
Peluncuran perdanannya pada 1 Juni 2015 dihadiri oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Istri dan Menko Kemaritiman kala itu Dr.Ir. Dwisuryo Indroyono Soesilo. RS apung Nusa Waluya I bersama dengan RS apung Nusa Waluya II tercatat hadir dalam pemulihan pascabencana gempa Lombok dan Palu.
Iman dan Nasionalisme
Ada pesan dari sang Ibu yang selalu diingat oleh dr. Lie kala kecil. “Jangan kau peras orang miskin yang kau rawat, mereka mungkin akan bayar berapa saja tapi menangis dalam hati karena tidak bisa beli beras”.
Pesan tersebut disampaikan sang Ibu manakala Lie kecil mengutarakan niatnya menjadi dokter. Didera kemiskinan kala merajut mimpinya menjadi dokter membuatnya Lie paham bagaimana sulitnya keluarga-keluarga prasejahtera mendapat pelayanan kesehatan.
Oleh karena itu Ia memegang teguh prinsip bahwa apa yang dilakukannya semata-mata dilandasi semangat Iman dan Nasionalisme.
Dari sisi Iman, ia berkeyakinan bahwa beliau akan selalu dicukupkan meski tidak menarik biaya atas pelayanan kesehatan yang ia lakukan, sementara upayanya menolong sesama rakyat Indonesia yang kurang beruntung sebagai upayanya memperjuangkan nasionalisme.
Sikap dan kontribusi dari Dr. Lie Dharmawan sangat perlu kita teladani. Ia membantu saudara-saudari sebangsa Indonesia untuk menyelamatkan nyawa mereka. Dengan makin banyak orang yang memiliki jiwa seperti Dr. Lie, maka Indonesia akan menjadi lebih baik pada masa yang akan datang.